DIAHROSANTI.NET, PONTIANAK– Usai rehat siang, bersama 500an mahasiswa Falkutas Kesehatan Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo kembali dikumpulkan di Gedung lantai 4 Kampus II pada 11 September 2023, sesi ke tiga kembali dimulai pada pukul 13.00 WIB.
Dalam sesinya, Prof. Maria L. Inge Lusida, dr., MS., PhD., SpMK(K) Institute of Tropical Disease – Universitas Airlangga menyampaikan materi dengan topik ‘Sharing Discoveries, Scholarly Work, and Lessons Learned’ dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh UNIKA Santo Agustinus Hippo.
Pada presentasinya, Profesor Maria berbagi pengetahuan tentang langkah-langkah dalam meneliti serta informasi penting mengenai beasiswa yang mendukung penelitian.
Salah satu poin menarik dalam presentasi Profesor Maria menitikberatkan pentingnya untuk kolaborasi internasional dalam penelitian TBC (Tuberkulosis) yang menjadi perhatian utama.
Dalam konteks itu, banyak negara maju mengundang Indonesia untuk berkolaborasi dalam penelitian TBC karena Indonesia berada di urutan kedua dalam jumlah kasus TBC. Kerjasama ini dianggap saling menguntungkan, dimana negara-negara maju memiliki teknologi canggih, sementara Indonesia menyediakan pasien sebagai sampel penelitian.
Penelitian yang berhasil, menurutnya, memerlukan perencanaan yang cermat, tujuan yang jelas, dan literatur yang memadai.
Profesor Maria juga menekankan pentingnya membaca banyak referensi untuk menghasilkan ide yang lebih banyak.
Penelitian butuh dasar yang kuat
Penelitian tidak bisa dilakukan tanpa dasar yang kuat, dan itu melibatkan literatur yang tepat.
Mentor atau pembimbing juga sangat penting dalam mengarahkan penelitian. Dia mendorong agar peneliti mengikuti template atau aturan yang sudah ada.
Selanjutnya, terkait dana penelitian di Indonesia, Profesor Maria mengungkapkan bahwa sumber dana sudah semakin melimpah, dengan pemerintah mengalokasikan anggaran yang besar untuk riset. Namun, tantangan yang ada adalah efektifitas penggunaan dana tersebut.
“Pertanyaan tentang HIV/AIDS juga muncul, dan Profesor Inge menjelaskan bahwa meskipun ada obat untuk HIV/AIDS, belum ada obat yang dapat benar-benar menyembuhkannya,” katanya.
Terakhir, mahasiswa yang hadir bertanya tentang langkah-langkah dalam melakukan penelitian dan cara meningkatkan daya tarik mahasiswa untuk terlibat dalam riset.
Dia menyarankan mahasiswa untuk memulai dengan membaca template dan referensi, serta berkomunikasi dengan senior yang telah memiliki pengalaman dalam penelitian.
Dalam sesi siang itu, Prof Maria juga mengupas tentang usulan untuk topik-topik penelitian yang mungkin dalam Penyakit Menular dan Imunologi (Termasuk, Resistensi Antimikroba)
Termasuk hal berikut ini:
- Kesiapsiagaan dan Tanggapan Terhadap Pandemi (misalnya, surveilans, intervensi, kesadaran masyarakat dan pencegahan, pengembangan vaksin, perubahan iklim).
- Metode Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Kesehatan Masyarakat yang Efektif.
- Imunogen Vaksin Baru untuk Mengatasi Penyakit Menular yang Muncul dan Kembali Muncul.
- Pendekatan Multi-OMIKS dalam Penemuan dan Inovasi – Respons Imun Tubuh terhadap Penyakit Menular.
- Keterkaitan antara Penyakit Kronis dan Penyakit Menular, termasuk Ko- dan Multi-Morbiditas.
- Terapi Antibodi Baru dan Imunogen Vaksin untuk Mengatasi Patogen yang Tahan Terhadap Antimikroba.
- Pemanfaatan Mikrofluidik dalam Penemuan Terapi Berbasis Antibodi untuk Mengatasi Ketahanan Terhadap Antimikroba.
- Teknologi Diagnostik Cepat untuk Deteksi Bakteri yang Tahan Terhadap Antimikroba.
- Teknik dan Metode Peningkatan Surveilans Termasuk Penggunaan Teknologi DNA Baru.
- Pengembangan Kelas Antimikroba Baru yang Inovatif yang Efektif, Cepat, dan Ekonomis.
Penolakan proposal penelitian adalah hal yang biasa, dan hal itu dapat menjadi peluang untuk belajar dan memperbaiki diri. Informasi terkait dana penelitian dapat ditemukan di website Dikti dan BRIN.
Teknologi Sekuensing Generasi Berikutnya dan Aplikasinya dalam Penyakit Menular
Pada kesempatan siang yang berharga itu, Prof Maria menyoroti tentang Teknologi Sekuensing Generasi Berikutnya dan Aplikasinya dalam Penyakit Menular.
Dia berbagi pengetahuan tentang mNGS yang merupakan teknologi revolusioner telah mengganggu diagnosis klinis tradisional dalam beberapa aspek.
Teknologi baru ini beserta alat-alat terkaitnya dapat digunakan untuk diagnosis klinis yang bermakna dalam bidang mikrobiologi. Seperti halnya dengan setiap teknologi baru, pengadopsian klinis dari pengujian mNGS akan memerlukan waktu karena para penyedia layanan menjadi akrab dengannya dan panduan-panduan baru dikembangkan.
Prof Maria juga memaparkan dengan teknik Next-Generation Sequencing (NGS), kita dapat memperoleh informasi tentang patogen: menganalisis jutaan fragmen kecil yang berasal dari genom mereka, yang memberikan wawasan tentang komposisi mikrobiota, termasuk organisme yang belum pernah dibudidayakan atau tidak dapat dibudidayakan.
“Metagenomik NGS yang tidak terarah dalam diagnosis klinis penyakit menular: mendeteksi hampir semua organisme (termasuk patogen langka) yang menyebabkan pergeseran paradigma dramatis dalam pengujian diagnostik mikroba,” kata Prof Maria dalam sesi kedua siang hari (11/09).
Diakhir sesinya, Prof Maria menyampaikan pesan bahwa Cara terbaik untuk menemukan Kedokteran Tropis dan memahami daya tarik dan manfaatnya bukan dengan membaca buku, sebagus apapun itu, melainkan dengan tinggal dan bekerja di negara tropis, belajar dari pasien dan dokter lokal yang berpengalaman, dan melakukan investigasi lebih lanjut untuk mengonfirmasi diagnosis.
“Namun, ada banyak fakta penting; fitur klinis, siklus kehidupan yang kompleks, dosis obat, jadwal vaksin, dan sebagainya; yang mungkin Anda butuhkan,” katanya.
Selain itu dia menyampaikan Ada banyak fakta penting: fitur klinis, siklus kehidupan yang kompleks, dosis obat, jadwal vaksin, dan sebagainya; yang mungkin Anda butuhkan— lebih dari yang dapat diingat dengan handal. (Jans).