DIAHROSANTI.NET, PONTIANAK– Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo lantai 4 Gedung Kampus II Pontianak masih di hari yang sama senin 11 September 2023, Prof. Dr. Maria Lucia Inge Lusida, dr, M. Kes, Ph.D, Sp. MK (K), seorang ahli dalam bidang kesehatan, tampil sebagai pemateri dalam Seminar Kesehatan Internasional yang digelar di Universitas Santo Agustinus Hippo.
Dalam sesi ini Profesor Maria, yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Penyakit Tropis UNAIR, memberikan wawasan yang berharga tentang berbagai aspek kesehatan global.
Materi yang diusung dalam sesi ke dua ini merupakan tema khusus tentang “Tropical and Infectious Diseases In The Era Of Automation And Digital Health”
Dalam seminar tersebut, Profesor Maria membahas beberapa contoh penyakit menular yang berasal dari hewan (zoonosis), seperti rabies yang dapat ditularkan melalui binatang, serta demam berdarah (DBD) yang bisa disebarkan oleh serangga.
Dia juga menjelaskan berbagai jenis kuman penyebab penyakit dan cara penularannya.
Profesor Maria juga menyoroti perkembangan teknologi dalam dunia kesehatan, khususnya dalam deteksi penyakit. Ia mengungkapkan bahwa teknologi kecerdasan buatan (AI) telah mempermudah proses identifikasi penyakit secara cepat, dengan membandingkan gejala dan diagnosa pasien dengan kasus serupa di seluruh dunia.
Dalam sesinya itu, dia memaparkan tentang penyakit menular adalah gangguan yang disebabkan oleh organisme, seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit. (Klinik Mayo)
Istilah “tropis” mengacu pada wilayah bumi yang terletak di daerah tropis, dengan iklim hangat, kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan sanitasi yang buruk memberikan lingkungan ideal bagi patogen, vektor, dan inang perantara untuk berkembang biak.
Penggunaan istilah “terabaikan” merujuk pada sumber daya terbatas yang tersedia untuk mengendalikan dan mengobati penyakit-penyakit ini, termasuk penemuan dan pengembangan obat-obatan baru.

WHO mendefinisikan NTD (penyakit-penyakit tropis terabaikan) sebagai kelompok beragam dari 20 kondisi yang umumnya menyebar di daerah tropis, di mana mereka memengaruhi lebih dari 1 miliar orang yang tinggal di masyarakat miskin.
“Mereka disebabkan oleh berbagai patogen, termasuk virus, bakteri, parasit, jamur, dan racun. Penyakit-penyakit ini menyebabkan dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi yang menghancurkan bagi lebih dari satu miliar orang,” kata Prof Maria.
Dia juga melanjutkan bahwa, Rutinitas Klinis Mikrobiologi di Era Otomatisasi dan Kesehatan Digital 12 peningkatan langkah pengolahan sampel dan pengurangan waktu dari sampel hingga hasil.
Pertama, otomatisasi meningkatkan kemampuan pengolahan sampel dengan dokumentasi dan jejak yang lebih baik.
Kedua, ada kontrol biaya yang lebih baik (misalnya, bahan kimia reagen, medium, dll.) dengan waktu putar yang lebih singkat sehingga menghasilkan diagnosis yang lebih cepat.
Ketiga, otomatisasi penuh memungkinkan perluasan jam operasional laboratorium dengan manfaat besar bagi perawatan pasien.
Otomatisasi penuh juga akan mencakup kemampuan diagnostik molekuler, dimulai dengan ekstraksi DNA, prosedur lain yang melibatkan beberapa langkah dan memerlukan personel teknis berpengalaman.
Kolaboratif kemajuan Ilmu Kesehatan
Selain itu, Profesor Maria menjelaskan peran penting riset kolaboratif dalam kemajuan ilmu kesehatan.
Lembaganya telah melakukan kolaborasi antara negara berkembang dan negara maju dalam pengiriman sampel penyakit.
Sampel-sampel ini dikirim ke negara maju seperti Jepang, Amerika, dan Australia untuk penelitian bersama, dengan hasil yang kemudian diaplikasikan kembali di Indonesia.
Merujuk pada pertanyaan peserta yang hadir, Profesor Maria menekankan bahwa dengan bantuan teknologi Next-Generation Sequencing (NGS), sampel penyakit dari berbagai tempat dapat diidentifikasi dengan cepat.
Misalnya, Aplikasi Kecerdasan Buatan dalam Penanganan Penyakit Menular.
Menurutnya, Bersamaan dengan otomatisasi dan NGS (Sequencing Generasi Berikutnya), kecerdasan buatan (AI) juga dapat berkontribusi dalam pengelolaan yang lebih baik terhadap penyakit menular dengan membantu para klinisi dalam mengumpulkan dan mengelaborasi informasi dari tes klinis.
Memprediksi penyakit menular untuk mengendalikan penyebaran pandemi, memahami perilaku mikroorganisme, dan juga membantu dalam penemuan obat yang lebih cepat untuk mengendalikan penyakit.
Kecerdasan Buatan
Kecerdasan Buatan (AI) memberikan kepercayaan baru tidak hanya untuk mencegah, mengendalikan, dan mengatasi penyebaran penyakit menular, tetapi juga membantu para ilmuwan dalam uji klinis yang lebih cepat dan identifikasi penemuan obat yang efektif untuk mengatasi penyakit-penyakit tersebut.
Dia menambahkan bahwa pengobatan komplementer dan alternatif (PKA) adalah obat-obatan dan praktik kesehatan yang biasanya tidak digunakan oleh dokter untuk pengobatan.
Pengobatan komplementer digunakan bersamaan dengan pengobatan standar, sedangkan pengobatan alternatif digunakan sebagai pengganti pengobatan standar.
PKA mencakup praktik seperti pijat, akupunktur, tai chi, dan minum teh hijau.
Pengobatan integratif adalah pendekatan dalam perawatan medis yang menggabungkan pengobatan konvensional dengan praktik PKA yang telah terbukti melalui ilmu pengetahuan sebagai aman dan efektif.
“Kalau dulu berdasarkan pengalaman dokter, dulu pengalaman dia selama 10 tahun, didiagnosa sakitnya mengarah ke sini, kalau sekarang juga bisa dilihat dari daerah lain,” kata Prof Maria.
Namun, Dia juga menegaskan bahwa ilmu ini masih baru, memerlukan pelatihan yang mendalam, dan harus terus disempurnakan agar tetap relevan dengan perkembangan ilmu kesehatan yang terus berubah.
Akhirnya dalam sesi itu Prof Maria dalam sesi ke dua itu menyoroti seputar penyakit menular dan penyakit tropis.
Kemudian dilakukan langkah pentingnya pendekatan One Health dalam mengurangi infeksi pada manusia, termasuk yang ditularkan oleh hewan (zoonosis) dan resistensi antimikroba (AMR).
Oleh karenanya, Implementasi diagnosis otomatis dan NGS secara signifikan meningkatkan kemampuan kita dalam mendiagnosis, menyelidiki, dan melacak penyakit menular.
“Dengan NGS, kita dapat memperoleh informasi tentang patogen, termasuk yang jarang atau baru ditemukan, wawasan tentang komposisi mikrobiota, dan lain sebagainya,” tambah Prof Maria.
Diakhir sesinya, dia menitikberatkan bahwa Kecerdasan Buatan (AI), bersama dengan otomatisasi dan NGS, akan berkontribusi dalam pengelolaan yang lebih baik terhadap penyakit menular.
Juga Pengobatan Komplementer dan konvensional, termasuk penelitian tentang penemuan obat. (Jans).