DIAHROSANTI.NET, PONTIANAK- Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo menggelar acara seminar internasional yang menghadirkan Mariko Ohara RN.Phd. Profesor dalam Ilmu Keperawatan Bencana di Kyoto College of Nursing & Graduate School of Nursing, Direktur: Organisasi Pendukung Keperawatan Bencana NPO.
Dia merupakan seorang perawat berpengalaman asal Jepang, sebagai pemateri utama dalam bidang keperawatan bencana.
Kepada 546 mahasiswa falkutas kesehatan Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo, Mariko Ohara memberikan wawasan yang berharga tentang berbagai aspek keperawatan bencana, sebagai narasumber ke tiga pada hari Senin 11 September 2023, perisis di gedung Kampus II lantai 4, Pontianak.
Kedatangannya dari Jepang ke Kalimantan Barat, Mariko Ohara membagikan seputar cara untuk mengidentifikasi START Triage di lokasi bencana, memahami kriteria START Triage dan memahami metode pengajaran menggunakan simulasi triase berbasis gambar.
Mariko Ohara berupaya untuk mengajak semua pendengar agar dapat menggunakan Sumber Daya Terbatas dengan Optimal.
Diantaranya ada memberikan prioritas kepada pasien yang terluka dan memiliki kemungkinan bertahan hidup yang paling besar.
Kemudan, memberikan prioritas kepada kelompok rentan dalam bencana, yaitu anak-anak, perempuan, lansia, dan orang miskin (CWAP: Children, Woman, Aged people, Poor people). Dan yang ketiga mengecualikan pasien yang terluka dengan tingkat keparahan yang lebih rendah.
Dalam acara tersebut, Mariko Ohara dengan tegas menyoroti daerah-daerah rawan bencana di seluruh dunia.
Dia mencatat ada banyak jenis bencana alam, diantaranya tsunami, gempa bumi, dan letusan gunung. Khususnya di Asia, Mariko menekankan bahwa bencana alam sering kali mengakibatkan banyak korban jiwa.
Salah satu poin penting yang disampaikan oleh Mariko adalah pentingnya kolaborasi, terutama di kalangan perawat di Asia. Dia menyambut baik kesempatan untuk berbagi pengetahuannya di Kalimantan.
Pengalaman bencana di Jepang
Mariko juga membagikan pengalaman negara Jepang dalam menghadapi bencana, khususnya tsunami yang sering melanda negaranya. Dia menyajikan data lengkap tentang gempa di Jepang, mencakup lokasi, kekuatan gempa, dan jumlah korban, disertai dengan gambaran tentang kerusakan yang diakibatkannya.
Triase harus dilakukan secara berkelanjutan. Sedikit informasi bahwa Triase adalah proses sistematis untuk mengkategorikan dan mengurutkan pasien berdasarkan tingkat keparahan cedera atau penyakit mereka dalam situasi darurat medis atau bencana.
Tujuan utama dari triase adalah untuk menentukan prioritas pelayanan medis sehingga sumber daya medis dapat dialokasikan dengan efisien kepada mereka yang membutuhkannya segera. Pasien dikelompokkan menjadi beberapa kategori, seperti “darurat” (urgensi tinggi), “pengawasan” (urgensi menengah), dan “tidak mendesak” (urgensi rendah), sehingga tim medis dapat merespons dengan tepat sesuai dengan kebutuhan pasien masing-masing.
Triase juga dapat mengidentifikasi pasien yang memerlukan perhatian segera dan pasien yang dapat ditangani lebih lambat.
Menurutnya, hal itu dilakukan kembali di lapangan, selama transportasi, saat kedatangan di rumah sakit, selama perawatan, dan pada saat masuk Triage START → menyaring pasien, Triage SORT → harus dilakukan untuk mengklasifikasikan tingkat kedaruratan dan keparahan.
Pentingnya pengobatan dan perawatan selama bencana meurupakan pokok utama dalam presentasi Mariko.
Dia aktif terlibat dalam upaya perawatan kesehatan terhadap korban bencana, termasuk pengembangan sistem perawatan medis setelah gempa besar yang terjadi di Hanshin-Awaji.
Mariko juga berbicara tentang langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembangkan keperawatan bencana di Jepang, termasuk pendirian rumah sakit berbasis bencana di seluruh negeri, sistem informasi medis yang kuat, serta tim medis dan asisten medis yang siap bertindak saat terjadi gempa.
Dia menjelaskan bahwa kurikulum keperawatan bencana di Jepang dimulai pada tahun 2009, dan sejak saat itu, semua universitas kesehatan di negara tersebut menerapkannya. Bahkan ada sertifikat khusus untuk perawat bencana.
Mariko Ohara menyoroti empat poin penting yang harus diperhatikan dalam menghadapi bencana, termasuk upaya pencegahan, perhatian yang intens terhadap kebutuhan saat bencana terjadi, serta pentingnya kolaborasi masyarakat sebagai tim yang kuat untuk mengatasi masalah ini.
Ketika ditanya tentang kendala evakuasi di Indonesia terkait ketidaksetujuan masyarakat untuk dievakuasi, Mariko berbagi pengalaman di negaranya dalam menghadapi situasi serupa.
Dia menekankan pentingnya pendidikan kepada masyarakat melalui televisi dan pengeras suara di tiap daerah, yang dapat memberikan panduan saat terjadi bencana.
Mariko Ohara mengapresiasi budaya gotong royong di Indonesia dan mengusulkan agar tenaga medis memberikan pendidikan atau seminar kepada masyarakat untuk memastikan persiapan yang lebih baik dalam menghadapi bencana. (Jans).