DIAHROSANTI.NET, PONTIANAK– Selasa, 12 September 2023, Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo Keuskupan Agung Pontianak masih dalam seminar 11-13 September 2023, hari ini menyajikan seminar internasional yang didatangkan langsung dari negeri Samurai, Jepang.
Hari ke dua ini, Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo masih menggelar seminar internasional terkait kesehatan dan spesial materi dua khusus diberikan oleh Junko Seriguci dalam mengenalkan Budaya Jepang dan Karakteristik Perawat Jepang yang diikuti oleh 565 mahasiswa Falkutas Kesehatan.
Junko Seriguci merupakan seorang ahli asal Jepang yang telah bekerja di salah satu rumah sakit di Saitama.
Dalam sesi pembukanya, Junko Seriguci memperkenalkan peserta seminar kepada budaya Jepang dengan sebuah tanya jawab tentang Onigiri, salah satu makanan khas Jepang.
Dia kemudian menguraikan beragam aspek budaya Jepang, termasuk perbedaan musim yang memengaruhi pola hidup dan pakaian.
Empat Musim di Jepang
Junko Seriguci dalam sesi tersebut dia memaparkan tentang gambaran bahwa Jepang memiliki empat musim.
Setiap musim Iklimnya berbeda dengan Okinawa di selatan dan Hokkaido di utara Selanjutnya, perbedaan suhu cukup besar Terutama di musim dingin, perbedaannya besar dari bagian utara Honshu.
“Banyak salju turun di Hokkaido,” katanya.
Selanjutnya dia mengungkapkan bahwa di Jepang memiliki banyak jenis bunga yang mekar di musim semi.
Terutama, bunga sakura adalah bunga nasional Jepang. Banyak orang di Jepang menikmati minum atau makan di bawah bunga sakura bersama keluarga dan teman-teman.
Ada juga musim panas dimana kelembaban meningkat, dan suhu naik. Banyak orang pergi berkemah, mengunjungi pantai, menikmati pertunjukan kembang api di berbagai daerah, dan ikut serta dalam festival-festival musim panas yang ramai dengan penonton.
Selanjutnya ada musim gugur, disana ada perubahan suhu (suhu menurun), dia mengatakan bahwa disana siapapun dapat melihat daun-daun musim gugur yang indah.
Banyak orang pergi keluar untuk melihat daun musim gugur yang berwarna-warni.
Selanjutnya di Jepang terkenal dengan musim dingin. Saat musim dingin itu, suhu turun, dan jenis pakaian berubah. Di bagian utara, cuaca sangat dingin dan salju turun dan menumpuk.
“Kami menyebutnya “Kotatsu,” yang merupakan alat pemanas khas yang membuat kita merasa hangat di musim dingin,” kata Junko.
Selain membahas pakaian, dia juga memberikan wawasan tentang makanan khas Jepang. “Beras adalah makanan pokok di Jepang, mirip dengan Indonesia. Beras di Jepang agak lengket, memudahkan penggunaan sumpit,” katanya.
Dalam konteks makanan, Junko juga membandingkan cara makan di Jepang dan Indonesia, dia berpendapat, di Jepang, makanan biasanya disajikan terpisah, sedangkan di Indonesia, sayurannya sering dicampur.
“Saya senang bisa mencicipi makanan Indonesia selama kunjungan saya,” ungkap Junko dengan antusias.
Konteks budaya, Sensei juga membagikan bahwa orang Jepang cenderung memberi salam dengan menundukkan kepala. Yang paling mereka hargai di jepang adalah pemanfaatan waktu secara maksimal.
Junko memiliki pengalaman tentang cara makan yang teratur dan tata cara sopan sudah diajarkan orang tuanya sejak kecil di Jepang. Misalnya seperti penggunaan sumpit dengan tangan kanan dan nasi di tangan kiri, serta ucapan selamat makan dan terima kasih.
Pindah ke topik kesehatan, Junko Sensei menjelaskan sistem asuransi kesehatan di Jepang, yang mencakup semua warga dengan pembayaran sendiri bagi pekerja, serta bantuan negara bagi yang tidak bekerja.
Tidak hanya itu, dia memperkenalkan berbagai bidang dalam keperawatan di Jepang dan tantangan yang dihadapi oleh perawat, termasuk kekurangan tenaga kerja, masalah lingkungan kerja, dan masalah gaji.
Meskipun berat, perawat di Jepang merasakan kebahagiaan saat melihat pasien sembuh.
Junko menyimpulkan, saat perawat melakukan tugasnya dengan baik maka disana mereka mendapatkan sebuah misi yang mulia.
Memang dia mengakui setiap menjalankan misi tersebut selalu ada tantangan, namun profesi seorang perawat selalu dihargai.
Menutup seminarnya itu, dia bersaksi bahwa setiap hari mereka menghadapi pasien dan bekerja sambil berjuang di rumah sakit dan panti jompo.
Di Jepang, bidang medis seringkali sulit karena kekurangan tenaga kerja.
Namun, bahkan dalam lingkungan seperti itu tanpa pasien, perawat tidak akan dapat menunjukkan kemampuan mereka.
“Benar bahwa kami belajar banyak dari pasien kami,” kata Junko.
Menjadi Perawat
Bersamaan dengan itu, Junko Seriguci menyimpulkan dari berbagai pengalamannya menjadi seorang perawat. Baginya profesi seorang perawat adalah pekerjaan yang memuaskan.
Dia dengan tegas mengatakan bahwa pekerjaan perawat adalah pekerjaan penting yang bertanggung jawab atas kehidupan manusia.
Bahkan dalam bidang di mana dia bekerja, banyak perawat mengatakan bahwa tidak ada staf, gaji tidak tinggi, pekerjaannya melelahkan, dan pekerjaannya rumit.
Tetapi ketika perawat berdiri di depan pasien, mereka bertanya apa yang mereka butuhkan, apa yang dapat mereka lakukan, dan apa yang harus dilakukan dengan rasa sakit mereka.
“Kami semua memikirkan apakah kami dapat meredakannya,” tutur Junko.
Pengalamannya itu diwarnai dengan atmosfer lain terutama selama pandemi COVID-19, saat itu hal besar terjadi bahkan mereka kelelahan menghadapi pasien di lokasi yang kacau.
Dia menyebutkan situasi saat itu bahwa mungkin kasus yang serupa terjadi di Indonesia.
Junko Seriguci juga mengakui bahwa lingkungan seputar perawat mungkin tidak selalu damai.
Tetapi menjadi seorang perawat baginya adalah pekerjaan yang membanggakan.
Meskipun negara berbeda, dia optimis tidak sedikit juga banyak orang berpikir sama.
“Saya bersyukur dapat melakukan yang terbaik bersama rekan-rekan dari seluruh dunia,” kata Junko sembari menutup sesi pada selasa 12 September 2023. (Jans).