DIAHROSANTI.NET, PONTIANAK — Kota Pontianak adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, yang juga merupakan pusat pemerintahan dan ekonomi provinsi tersebut.
Kota ini didirikan awalnya sebagai pelabuhan perdagangan di pulau Kalimantan dan terletak di delta Sungai Kapuas, di mana sungai tersebut bergabung dengan anak sungainya, Sungai Landak.
Kota ini, yang memiliki luas sekitar 118,31 km², terletak di garis khatulistiwa dan oleh karena itu sering disebut sebagai Kota Khatulistiwa.
Pusat kota ini terletak kurang dari 3 km selatan garis khatulistiwa.
Kota Pontianak adalah kota terpadat ke-26 di Indonesia dan merupakan kota terpadat kelima di pulau Kalimantan (Borneo) setelah Samarinda, Balikpapan, Kuching, dan Banjarmasin.
Pada sensus 2021, populasi kota ini mencapai 672.440 jiwa, dan memiliki pinggiran kota yang signifikan di luar batas administratifnya.
Etimologi
Nama “Pontianak” berasal dari bahasa Melayu dan konon berkaitan dengan kisah Syarif Abdurrahman yang sering dihantui oleh hantu Kuntilanak saat ia menavigasi Sungai Kapuas.
Menurut legenda, Syarif Abdurrahman terpaksa melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu tersebut, dan di tempat di mana peluru meriam itu jatuh, ia mendirikan wilayah kesultannya.
Peluru meriam ini jatuh di dekat persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak, yang sekarang dikenal sebagai Kampung Beting.
Sejarah
Kota Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie pada tanggal 23 Oktober 1771, yang ditandai dengan membuka hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal.
Pada tahun 1778, Syarif Abdurrahman menjadi Sultan Pontianak. Pusat pemerintahannya ditandai oleh berdirinya Masjid Jami’ (kini dikenal sebagai Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariah yang terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur.
Kolonialis Belanda pertama kali memasuki Pontianak pada tahun 1778.
Pada tahun 1779, mereka membuat perjanjian dengan Sultan tentang wilayah Tanah Seribu, yang kemudian menjadi pusat pemerintahan Resident het Hoofd Westeraffieling van Borneo (Kepala Daerah Keresidenan Borneo Barat) dan Asistent Resident het Hoofd der Affleeling van Pontianak (Asisten Residen Kepala Daerah Kabupaten Pontianak).
Masa pemerintahan kolonial Belanda dan Jepang melihat pembentukan Plaatselijk Fonds, badan yang mengelola aset pemerintah dan dana pajak.
Setelah pendaratan Jepang, aktivitas Plaatselijk Fonds hampir berhenti, tetapi kembali aktif di bawah pimpinan tentara Jepang dan dengan nama SHINTJO.
Setelah pemerintah sipil Jepang tiba, Plaatselijk Fonds dihidupkan kembali dan dipimpin oleh Muhammad Abdurrahman.
Masa Stadsgemeente dimulai pada tahun 1946, ketika Pontianak mendapat status stadsgemeente. R. Soepardan menjadi syahkota pertama dan digantikan oleh Ads. Hidayat pada awal tahun 1948.
Kemudian, Pontianak menjadi tempat di mana Partai Persatuan Dayak (PPD) dibentuk, awalnya berasal dari Sanggau.
Kemudian, pada tahun 1953, bentuk pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Pontianak.
Kemudian, berdasarkan undang-undang, sebutan ini berubah menjadi Kota Pontianak, sesuai dengan perkembangan tata pemerintahan.
Geografi
Kota Pontianak terletak di Lintasan Garis Khatulistiwa dengan ketinggian berkisar antara 0,1 hingga 1,5 meter di atas permukaan laut.
Kota ini dibagi oleh Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Landak.
Iklim dan Topografi
Tanah di Kota Pontianak terdiri dari lapisan gambut bekas endapan lumpur Sungai Kapuas, dengan lapisan tanah liat yang baru tercapai pada kedalaman 2,4 meter dari permukaan laut.
Kota ini memiliki iklim tropis dengan suhu yang cenderung tinggi, kisaran 28-32 °C pada siang hari.
Kelembaban relatif berkisar antara 53% hingga 99,58%, dan curah hujan berkisar antara 3.000 hingga 4.000 mm per tahun.
Bulan Mei dan Oktober biasanya memiliki curah hujan terbanyak, sementara bulan Juli adalah saat kering. Rata-rata, terdapat sekitar 15 hari hujan per bulan.
Editor: Hariyadi
Sumber: Wikipedia