Judul ini terdengar sederhana: “Catatan Kecil Seorang Wanita Tentang Karier, Motivasi, dan Opini”. Tapi bagi saya, setiap kata di dalamnya memuat cerita yang sering tidak sempat saya ceritakan lantang. Ini sekadar tulisan di sela-sela kopi pagi, ketika rumah masih tenang dan pikiran mulai merapikan ide-ide yang berserak. Saya bukan teori berjalan. Saya perempuan biasa yang tiap hari menimbang pilihan—antara deadline, self-care, dan mimpi yang kadang manja minta perhatian.
Membangun Karier: Niat, Strategi, dan Kesabaran
Karier menurut saya bukan garis lurus. Baru sadar? Banyak yang tahu itu tapi tetap berharap bisa tiba di puncak tanpa berliku. Niat itu penting. Strategi juga. Tapi sabar… itu yang sering lupa dilatih. Saya pernah menolak tawaran yang menurut banyak orang ‘lebih aman’, lalu menyesal selama seminggu, kemudian sadar keputusan itu membuka jalan lain yang lebih cocok.
Praktisnya: tetapkan tujuan jangka pendek dan panjang. Mulai dari hal kecil—mengumpulkan portofolio, ikut workshop singkat, atau sekadar menulis esai tiap minggu. Progress itu bukan selalu kelihatan besar. Kadang hanya email yang akhirnya dibalas, atau panggilan interview yang tidak berlanjut. Namun semuanya bahan pembelajaran.
Curhat Sambil Ngopi: Tentang Burnout dan Balance (Gaya Santai)
Burnout itu nyata. Jangan romantisasi. Saya pernah mencapai titik di mana saya merasa capek tanpa tahu kenapa. Kerja banyak, tapi hasilnya terasa hampa. Di momen seperti itu saya memilih mundur sedikit. Bukan menyerah. Hanya menarik napas panjang, mematikan notifikasi, dan ngobrol dengan sahabat sampai tengah malam—pure curhat tanpa solusi yang terencana. Kadang, itu justru obat terbaik.
Saya juga belajar memberi batas. Katakan “tidak” dengan lembut. Jadwalkan waktu untuk jalan-jalan sore, masak sesuatu yang agak ribet, atau baca blog yang memberi perspektif baru. Saya suka mengunjungi tulisan-tulisan yang menginspirasi; salah satunya adalah tulisan-tulisan dari diahrosanti yang sering membuat saya merenung dan tertawa sekaligus.
Motivasi yang Realistis dan Tetap Menyala
Motivasi bukan sesuatu yang selalu berkobar. Itu naik turun, dan kadang perlu kita ‘isi ulang’. Cara saya? Saya membuat ritual kecil: menulis tiga pencapaian setiap malam (bukan cuma yang besar, tapi juga hal kecil seperti merapikan meja kerja). Hal sederhana itu memperjelas bahwa kemajuan ada. Lalu saya buat reward system: setelah menyelesaikan proyek, saya beri diri waktu 48 jam untuk melakukan apa pun yang saya suka tanpa merasa bersalah.
Lebih penting lagi, temukan ‘mengapa’ yang bukan sekadar gembar-gembor sosial. Ketika alasan kita kuat—misalnya ingin memberi contoh pada adik, atau ingin stabil secara finansial untuk merawat orang tua—ketekunan menjadi mudah bertahan. Motivasi itu seperti bahan bakar. Mungkin bukan bensin murni; mungkin lebih mirip campuran. Tetapi jika kualitasnya cukup, mesin tetap jalan.
Opini Ringan: Gagal Itu Bukan Kutukan
Saya punya cerita kecil. Dulu pernah gagal telak di sebuah presentasi penting. Duka itu nyata. Saya pulang dan menangis. Tapi, besoknya saya buka laptop lagi dan memperbaiki materi. Ternyata, kegagalan itu mengajarkan saya cara presentasi yang lebih manusiawi—tidak kaku, lebih mengalir, dan jujur. Ironisnya, setelah perbaikan itu, saya malah dapat pekerjaan yang lebih cocok.
Jadi opini saya: gagal itu bukan akhir. Ia bagian dari proses. Tapi jangan juga jadi alasan untuk tak bergerak. Dapat pelajaran, lalu coba lagi. Dan ketika kita berhasil, jangan lupakan jalur yang sudah dilalui. Cerita-cerita kecil itu yang bikin perjalanan karier terasa bermakna.
Di akhir hari, saya sering duduk dengan jurnal. Menulis bukan sekadar dokumentasi. Ia cara saya bercakap-cakap dengan diri sendiri. Jika kamu sedang di persimpangan; ambil pena. Tulis. Tidak perlu sempurna. Mulai saja. Karena dari situlah segala sesuatu yang baik—dan kadang tak terduga—mulai tumbuh.