Antara Karier dan Passion: Kenapa Aku Memilih Jalan Ini

Antara Karier dan Passion: Kenapa Aku Memilih Jalan Ini. Itu judul yang sering mampir di kepala gue setiap kali penawaran kerjaan datang atau saat scroll timeline lihat teman-teman yang “sukses” karena ngikutin passion mereka. Jujur aja, gue sempet mikir bahwa hidup ini cuma soal milih satu dari dua ujung tali: aman dan stabil atau seru dan penuh risiko. Tapi kenyataan seringkali lebih rumit, penuh kompromi kecil, dan cerita-cerita personal yang nggak selalu dramatis seperti di film.

Informasi: Apa Bedanya Karier dan Passion Sebenarnya?

Kata orang, karier itu tentang struktur, gaji, dan jenjang. Passion soal hati, rasa, dan kadang juga hobi yang bikin mata berbinar. Dalam praktiknya, keduanya bisa tumpang tindih atau malah berjauhan. Ketika gue pertama kali kerja di perusahaan swasta, yang gue cari awalnya cuma kestabilan setelah lulus—gaji, tunjangan, dan ruang untuk belajar. Tapi seiring waktu, ada bagian dari pekerjaan yang bikin gue excited: presentasi, nulis laporan yang insightful, bahkan interaksi sederhana dengan rekan. Di sinilah passion mulai merayap, bukan sebagai ledakan tiba-tiba, tapi sebagai rutinitas yang lama-lama terasa bermakna.

Opini: Passion Kadang Overrated, Tapi Nggak Boleh Diabaikan

Gue sering lihat caption-cap caption manis soal “ikuti passionmu dan uang akan mengikuti”. Realitanya? Kadang nggak. Passion bisa bikin kamu rela kerja lembur tanpa merasa capek, tapi kalau nggak ada perencanaan finansial, passion juga bisa jadi sumber stres. Jadi menurut gue, keputusan antara karier dan passion bukan soal memilih satu dan mengubur yang lain. Ini soal bagaimana mengelola keduanya: menjaga keamanan finansial sambil memberi ruang buat hal-hal yang bikin hati hangat. Gue sempet ambil kursus sore setelah pulang kantor demi menyalakan kembali rasa penasaran lama—bukan untuk buru-buru resign, tapi untuk menambah skill dan kebahagiaan personal.

Agak Lucu: Drama CV vs. Drama Hati, Keduanya Pernah Bikin Gue Galau

Kalau lo pikir cuma anak baru lulus yang galau soal CV, gue kasih spoiler: gue juga pernah. Saking pengennya tampil “sempurna” di CV, gue pernah ikut workshop public speaking padahal gue lebih suka nulis daripada tampil di depan kamera. Hasilnya? Malah nemuin passion baru: storytelling. Nggak nyangka kan? Kadang pengorbanan kecil di area karier justru ngeretus jalan buat passion yang nggak terduga. Gue masih ketawa sendiri kalo inget berapa sering gue bingung antara nerima proyek yang bayar lumayan tapi ngerampas waktu kreatif atau menolak demi waktu menulis blog yang cuma dibaca oleh beberapa temen. Pilihannya memang sering absurd, tapi lucu karena dari situlah gue belajar batasan dan prioritas.

Ada momen tertentu yang selalu gue inget: waktu bosanku nawarin promosi yang berarti pindah kota. Jujur aja, pilihan itu bikin dada sesak. Di satu sisi, kesempatan naik jabatan langka. Di sisi lain, kota baru berarti jauh dari komunitas kreatif yang selama ini jadi sumber ide gue. Gue sempet mikir, “apa aku harus nutup mata demi gelar dan gaji?” Akhirnya gue ngobrol panjang sama temen-temen dekat dan mentor. Mereka ngebantu gue lihat aspek yang sebelumnya nggak kepikiran: fleksibilitas kerja, kemungkinan remote, dan opsi menegosiasikan peran yang tetap kasih ruang buat passion gue.

Keputusan gue? Menerima promosi tapi dengan syarat: aku minta ada fleksibilitas kerja dan alokasi waktu untuk proyek personal. Perusahaan surprisingly open, dan itu ngajarin satu hal penting: kamu nggak selalu harus memilih total antara karier dan passion. Negosiasi adalah kunci. Kadang kita takut minta karena mikir bakal ditolak, padahal tanpa keberanian minta, kita nggak akan pernah tahu opsi yang tersedia.

Sekarang, cara gue menjalani hidup lebih ke arah keseimbangan. Gue kerja fokus, profesional, tapi juga disiplin menyisihkan waktu untuk nulis, ikut komunitas, dan belajar hal-hal baru. Ada saat-saat capek, ada saat-saat ragu, tapi ada juga momen kecil yang bikin semua usaha terasa berharga—komentar pembaca yang bilang tulisan gue ngebantu, atau presentasi yang sukses hasil latihan malam-malam.

Kalau kamu lagi di persimpangan antara karier dan passion, gue cuma mau bilang: jangan buru-buru merasa gagal karena belum memilih. Jalan yang gue pilih bukan final dan mungkin akan berubah. Yang penting, pelan-pelan bangun pondasi—finansial, network, skill—sambil menjaga nyala kecil passion itu. Kalau mau baca cerita perjalanan gue yang lain atau referensi soal manajemen karier dan kreatifitas, cek tulisan gue di diahrosanti. Siapa tahu ada yang nyantol dan bantu kamu ngerumusin langkah berikutnya.

Di akhir hari, keputusan itu personal. Gue memilih jalan yang memungkinkan gue tumbuh, aman secara finansial, tapi juga tetap memberi ruang buat hati berkarya. Gak sempurna? Iya. Tapi cukup untuk bikin gue bangun tiap pagi dengan harapan kecil: hari ini aku berkembang sedikit lagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *