Antara Lipstik dan Laporan: Kisah Wanita yang Mengejar Waktu

Aku pernah berpikir hidup itu sederhana: bangun, sarapan, kerja, tidur. Ternyata tidak. Di antara jadwal meeting, deadline laporan, dan cek inbox yang tak ada habisnya, ada ritual kecil yang selalu kubawa — lipstik. Kedengarannya dramatis? Mungkin. Tapi lipstik bagiku bukan sekadar warna di bibir; ia adalah pengingat kecil bahwa aku masih punya waktu untuk diriku sendiri di tengah hiruk-pikuk karier.

Pagi yang Bukan Hanya Kopi

Biasanya pagi dimulai dengan alarm bunyi, aku ngelus-ngelus muka, lalu cari kopi seperti harta karun. Tapi ada momen singkat sebelum pintu kantor terkunci: cermin di lift. Di situlah aku ambil lipstick, dandan ala kadarnya, dan bernafas. Lipstik merah tua? Untuk hari presentasi. Nude? Untuk hari full meeting tanpa drama. Ada yang bilang itu ritual vain — ya mungkin. Tapi ritual kecil itu bikin aku merasa siap menghadapi daftar tugas yang menggunung.

Makeup vs Meeting: Drama Sehari-hari

Kerja sambil ngejar capaian target kadang bikin aku lupa waktu. Pernah suatu kali aku masuk meeting dua jam telat karena keasyikan nyusun laporan, dan ketika masuk, semua mata ngelihat—bukan karena aku terlambat tapi karena lipstikku masih nempel di gelas kopi. Sumpah, momen itu embarrassing sekaligus lucu. Dari situ aku belajar: keseimbangan itu bukan soal sempurna, tapi soal tahu kapan harus pilih lipstik atau laporan dulu. Kadang laporan menang, kadang lipstik menang. Ya, hidup adalah kompromi.

Balapan dengan Waktu (Spoiler: Aku Kadang Kalah)

Menjadi wanita karier berarti selalu merasa kurang waktu. Ada hari-hari ketika aku ngerjain tiga proyek sekaligus, sambil jadi panitia acara kantor, dan masih harus hadir ke reuni online keluarga. Kalau tidak hati-hati, burnout hadir sebagai VIP guest. Aku mulai membuat trik: set timer 25 menit, fokus deep work, terus reward 5 menit scroll Instagram atau touch up lipstik. Teknik sederhana tapi ampuh. Bukan solusi sakti, tapi cukup menolong supaya kepala enggak meledak.

Sambil ngetik ini, aku ingat nasihat seorang teman: “Jangan biarkan orang lain yang menentukan definisi suksesmu.” Bagiku, sukses bukan cuma laporan yang selesai atau pitch yang diterima investor. Sukses juga bisa sederhana: pulang jam 6, makan malam bareng temen, atau ketawa sampai perut sakit setelah drama kecil di kantor. Intinya, kita boleh ambisius tanpa kehilangan bagian kecil yang membuat hidup terasa manis.

Di tengah rutinitas, aku juga mulai lebih jeli soal apa yang benar-benar penting. Kalau dulu aku mengejar semua kesempatan, sekarang aku lebih selektif. Aku belajar bilang tidak tanpa rasa bersalah — karena waktu itu finite dan aku ingin memakainya dengan bijak. Ini bukan egois; ini self-care versi dewasa. Kalau kamu juga sering kewalahan, coba deh seleksi tugas yang memang harus kamu pegang, sisanya delegasi atau postpone.

Kalau lagi mood, aku suka nulis refleksi kecil di blog — tempat aku mencatat kegembiraan, kegagalan, dan outfit of the day (iya, lipstik juga). Kadang tulisan itu jadi pengingat bahwa aku pernah survive hari-hari yang terasa mustahil. Kalau kamu penasaran baca tulisan-tulisan lain tentang perjalanan karier dan gaya hidupku, mampir ya ke diahrosanti. Siapa tahu ada yang relate dan ketawa bareng.

Jangan Lupa Napsi — Maksudnya, Napsi? (Tidur, Bro)

Humor di antara tugas itu penting. Kita perlu menertawakan kekacauan supaya tidak kebawa serius terus. Tapi seriusnya juga, tidur itu urgen. Aku pernah meremehkan tidur demi deadline dan hasilnya kerjaan berantakan plus mood runyam. Sekarang aku jadikan tidur prioritas—bukan karena malas, tapi karena kerja cerdas itu termasuk istirahat yang cukup. Jadi, kalau kamu masih begadang ngoding atau ngejar laporan, ingat: lipstik boleh on point, tapi mata sembab itu no-no.

Penutup: Lipstik, Laporan, dan Hidup yang Terus Berjalan

Di akhir hari, aku duduk santai, ngelap lipstik yang tersisa di cangkir kopi, dan tersenyum. Laporan hari ini terkirim, presentasi besok sudah dipersiapkan, dan lipstikku? Masih ada di meja rias, menunggu pagi tiba. Kehidupan ini bukan soal memilih lipstik atau laporan secara mutlak, melainkan merangkai keduanya supaya kita tetap utuh. Kita mengejar tujuan, tapi jangan sampai lupa merawat hari-hari kecil yang bikin hidup terasa berarti.

Kebetulan aku bukan superhero, aku cuma manusia dengan lipstik, laptop, dan secangkir kopi. Tapi aku belajar, setiap langkah kecil yang konsisten — entah itu menulis satu halaman laporan atau merapikan bibir sebelum meeting — membantu kita bertahan. Jadi, untuk kamu yang juga sibuk mengejar waktu: tarik napas, pilih lipstik yang kamu suka, lalu lanjutkan kerja. Kita berjuang, kita juga berhak nyaman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *