Categories: Uncategorized

Curhat Kantor, Kopi, dan Mimpi: Perjalanan Karier Seorang Wanita

Curhat Kantor, Kopi, dan Mimpi: Perjalanan Karier Seorang Wanita

Awal yang ternyata berisik

Waktu pertama kali masuk ke kantor itu, saya ingat jelas: jam 8:15, sepatu hak masih kaku, tas ransel yang kebesaran, dan secangkir kopi sachet panas yang rasanya lebih seperti penopang morale daripada minuman. Ruang kerja masih bau cat baru dan ada satu tanaman kaktus yang diberi nama “Joko” oleh tim IT. Lucu, tapi juga menenangkan. Saya, yang dulu sering ngeblog iseng tentang kopi dan hari Senin, tiba-tiba harus belajar rapat, presentasi, dan Excel—yang sampai sekarang kadang masih bikin saya berkeringat dingin.

Di saat-saat seperti itu saya sering ingat tulisan-tulisan ringan di internet. Salah satunya yang menginspirasi saya adalah sebuah blog personal yang hangat, diahrosanti, tempat saya membaca cerita wanita lain yang juga berjuang menyeimbangkan pekerjaan dan hidup. Itu membantu, karena terkadang kita butuh tahu bahwa ketidakpastian bukan tanda kegagalan—melainkan proses.

Ngopi di meja—bukan cuma tentang kafein

Ritual kopi di kantor bagi saya lebih dari kebiasaan. Sambil memutar mug motif bunga pemberian sahabat, saya menata sticky notes berwarna-warni di monitor. Ada target harian, ada rencana jangka panjang, ada juga coretan ide gila yang mungkin suatu hari jadi proyek. Kadang cuma butuh lima menit diam menyesap kopi untuk mengembalikan iman diri.

Kolaborasi sering dimulai di momen paling sederhana: “Eh, mau kopi?” “Mau.” Dua orang, satu ide. Kita tertawa karena presentasi yang gagal tadi pagi, lalu tiba-tiba nemu solusi. Pelajaran kecil: hubungan kerja yang hangat sering dimulai dari humor, bukan dari slide deck yang sempurna.

Lift, tangga, dan bisik-bisik mimpi

Di lift gedung, saya sering mendengar bisik-bisik mimpi. Ada yang berujar ingin pindah divisi, ada yang ingin buka usaha kue, ada yang ingin lanjut studi. Saya sendiri punya daftar panjang mimpi: jadi manajer yang baik, punya ruang kerja sendiri dengan tanaman, menulis buku yang gak cuma untuk diri sendiri, tetapi juga bisa menginspirasi. Mimpi-mimpi itu saya bisikkan di lift, saat lift terhenti di lantai lima dan musik elevator memainkan lagu-lagu yang tidak pernah saya pilih.

Saya percaya, karier bukan garis lurus. Ada zig-zag. Ada jeda. Saya pernah menolak promosi karena waktunya tidak tepat—mendengar kata “tidak” pada diri sendiri ternyata salah satu keputusan paling membebaskan. Kadang keberanian bukan soal maju terus, tapi tahu kapan berhenti sebentar untuk mengisi ulang tenaga.

Santai—tapi serius soal perawatan diri

Bekerja keras itu penting. Tapi kalau lupa merawat diri, semua terasa hampa. Saya belajar menaruh alarm “jalan kaki 10 menit” di tengah hari, membawa pulang makanan sehat walau godaan makanan kantor kuat, dan meluangkan satu malam seminggu untuk membaca novel yang bukan tentang KPI. Ritual kecil ini menyelamatkan mood dan kreativitas saya. Saran saya? Jangan remehkan jeda. Jeda adalah investasi kecil yang hasilnya besar.

Yang lucu, salah satu mentor saya pernah bilang, “Kalau kamu kehabisan cerita, keluar makan siang dan ngobrol sama orang asing. Ceritanya nggak cuma buat kamu, tapi buat tim juga.” Sejak itu, saya sengaja duduk di meja yang berbeda beberapa kali sebulan. Penemuannya sering sederhana: perspektif baru, dan kadang resep makan siang yang enak.

Penutup: tetap bergerak, tetap manusiawi

Perjalanan karier saya bukan kisah sukses instan. Ada kegagalan, ada rasa ragu, ada juga tawa di pantry kantor. Tetapi setiap langkah—sekecil mengirim email berani, atau menolak pekerjaan yang menyiksa—membentuk saya. Kalau kamu merasa lelah, ingat bahwa langkah kecil lebih baik daripada tidak bergerak sama sekali. Bicara dengan teman, tulis curahan hati di blog, atau baca cerita orang lain untuk menyalakan kembali semangat.

Akhirnya, kopi di pagi hari tetap jadi saksi bisu; mimpi saya tetap menunggu untuk ditebus; dan kantor, meski kadang melelahkan, adalah ruang belajar. Kita tidak harus pintar sejak awal. Kita cuma perlu cukup berani untuk memulai lagi besok, sambil membawa pulang sedikit cerita untuk diceritakan pada diri sendiri.

xbaravecaasky@gmail.com

Share
Published by
xbaravecaasky@gmail.com

Recent Posts

Antara Lipstik dan Laporan: Kisah Wanita yang Mengejar Waktu

Aku pernah berpikir hidup itu sederhana: bangun, sarapan, kerja, tidur. Ternyata tidak. Di antara jadwal…

1 day ago

Diary Seorang Wanita: Karier, Kopi, dan Keberanian Kecil Setiap Hari

Menyusun Pagi: Ritual, Realita, dan Secangkir Kopi Pagi saya bukanlah sinetron pagi yang rapi. Biasanya…

2 days ago

Kopi, Deadline, dan Hati: Catatan Karier Seorang Wanita

Kopi, deadline, dan hati — tiga kata yang terdengar sederhana tapi bisa jadi riuh dalam…

3 days ago

Antara Karier dan Kopi: Catatan Sehari Hari Wanita yang Mengejar Makna

Pagi yang Sadar (dan Sedikit Kebingungan) Jam alarm berbunyi, tapi rasanya bukan alarm yang bikin…

4 days ago

Rahasia Seru Main Spaceman: Game Digital yang Lagi Hype

Kalau ngomongin game online sekarang, salah satu yang lagi rame banget dibicarain anak-anak genz adalah…

4 days ago

Curhat Karier dan Kopi: Refleksi Seorang Wanita Tentang Ambisi

Pagi ini aku mulai hari dengan ritual yang selalu sama: menyeduh kopi, mengecek kalender, lalu…

5 days ago