Categories: Uncategorized

Di Balik Layar Karier Seorang Wanita yang Suka Kopi

Ada yang bilang hidup itu seperti secangkir kopi: pahit di awal, hangat di tengah, dan memberi energi untuk melanjutkan. Bagi saya yang setiap pagi memulai hari dengan aroma robusta, hal itu terasa nyata. Di balik presentasi, meeting pagi, dan daftar tugas yang tak pernah habis, ada rutinitas kecil yang selalu menenangkan: menyesap kopi sambil menulis. Yah, begitulah — kebiasaan sederhana yang sering luput dari perhatian orang ketika membicarakan karier seorang wanita.

Rutinitas pagi: kopi + rencana (kadang berantakan)

Pagi saya dimulai bukan dengan alarm semata, melainkan dengan keputusan kecil: mau fokus atau santai hari ini? Kadang jawaban saya sederhana, “bisa dua-duanya”. Saya menyalakan kettle, mengaduk gula sedikit, dan membuka catatan kerja. Ada hari ketika rencana rapi seperti spreadsheet, ada pula hari ketika saya menuliskan tiga prioritas ambisius dan dua yang realistis. Menyusun prioritas di pagi hari membantu saya menahan godaan scrolling tanpa akhir — walau tidak selalu berhasil, tapi setidaknya saya mencoba.

Karier bukan tentang kursi empuk, tapi pilihan tiap hari

Bekerja sebagai wanita di dunia yang cepat berubah membuat saya sering harus memilih: menerima proyek besar dengan tekanan tinggi atau mengatakan tidak demi kesehatan mental. Saya memilih keduanya pada momen berbeda. Terkadang ambisi mendorong saya mengambil peluang yang menantang; di lain waktu, saya menolak demi pulang lebih awal dan menonton serial favorit. Keputusan-keputusan kecil itu ternyata menumpuk menjadi jalur karier. Opini saya? Jangan malu memilih jalan yang terasa benar untukmu, meski orang lain tak selalu mengerti.

Tak cuma angka: motivasi yang dicari dari hal kecil

Motivasi di kantor tidak selalu datang dari kenaikan gaji atau pujian atasan. Ada kepuasan sederhana saat menyelesaikan tugas rumit, menerima email klien yang menyenangkan, atau mendengar rekaman presentasiku yang terdengar lebih baik dari yang kukira. Dan tentu saja, kopi. Mengakui kegemaran kecil ini membuat saya lebih manusiawi di mata rekan kerja — atau setidaknya jadi topik obrolan ringan saat meeting. Kalau kamu penasaran, saya juga menulis tentang kebiasaan dan refleksi kecil itu di blog pribadi saya, misalnya di diahrosanti.

Opini: jangan terlalu keras pada diri sendiri

Seringkali norma sosial menumpuk ekspektasi di pundak wanita: harus produktif, merawat hubungan, tampil rapi, dan terus belajar. Saya pernah merasa tercekik. Solusinya? Mengurangi kebisingan ekspektasi dengan batasan yang jelas. Bukan berarti egois — ini soal bertahan agar tetap bisa memberi yang terbaik ketika benar-benar perlu. Dalam praktiknya, saya belajar mengatakan “tidak” tanpa rasa bersalah dan memastikan ada waktu untuk hal yang memberi energi sejati, entah itu yoga singkat atau secangkir kopi di teras sambil melihat langit.

Saya percaya karier ideal bukanlah target akhir yang statis, melainkan perjalanan adaptif. Ada fase di mana kita mengejar posisi, fase lain untuk membangun reputasi, dan mungkin suatu saat memilih keseimbangan. Semua itu sah-sah saja. Yang penting, kita paham alasan di balik setiap pilihan — apakah karena ambisi, kebutuhan, atau sekadar rasa ingin tahu.

Di sisi praktis, saya juga mengandalkan jaringan dan mentor. Bicara dengan sesama wanita profesional membuka perspektif baru: ada strategi negosiasi gaji, trik manajemen waktu, dan cerita-cerita lucu yang bikin kita nggak terlalu serius menilai kegagalan. Dukungan semacam ini sering menjadi pengingat bahwa kita tidak berjalan sendiri.

Ada kalanya saya merasa lelah, bingung, atau ragu. Pada momen itu saya menengok kembali catatan kecil berisi pencapaian-pencapaian kecil: email pujian, presentasi yang lancar, sampai project yang selesai tepat waktu. Membaca kembali daftar itu seperti meminum kopi ekstra — memberi dorongan moral yang sederhana namun nyata.

Di akhir hari, ketika lampu kantor redup dan jalanan mulai sepi, saya suka berjalan kaki sambil memikirkan ide-ide untuk esok. Kadang ide itu muncul dari obrolan santai di pantry, kadang dari buku yang saya baca di kereta. Hidup karier seorang wanita bukan garis lurus; ia lebih mirip jalur berliku yang kadang indah, kadang menantang. Yang membuatnya bermakna adalah bagaimana kita menjalani tiap tikungan itu.

Jadi, jika kamu menanyakan rahasia saya bertahan dan berkembang: kombinasi kopi, batasan sehat, jaringan yang mendukung, dan kejujuran pada diri sendiri. Tidak ada formula ajaib, hanya kebiasaan kecil yang dirawat setiap hari. Yah, begitulah cerita saya — sederhana, kadang tak rapi, tapi tetap berusaha membuatnya penuh arti.

xbaravecaasky@gmail.com

Recent Posts

Curhat Kantor, Kopi, dan Mimpi: Perjalanan Karier Seorang Wanita

Curhat Kantor, Kopi, dan Mimpi: Perjalanan Karier Seorang Wanita Awal yang ternyata berisik Waktu pertama…

10 hours ago

Antara Lipstik dan Laporan: Kisah Wanita yang Mengejar Waktu

Aku pernah berpikir hidup itu sederhana: bangun, sarapan, kerja, tidur. Ternyata tidak. Di antara jadwal…

2 days ago

Diary Seorang Wanita: Karier, Kopi, dan Keberanian Kecil Setiap Hari

Menyusun Pagi: Ritual, Realita, dan Secangkir Kopi Pagi saya bukanlah sinetron pagi yang rapi. Biasanya…

2 days ago

Kopi, Deadline, dan Hati: Catatan Karier Seorang Wanita

Kopi, deadline, dan hati — tiga kata yang terdengar sederhana tapi bisa jadi riuh dalam…

3 days ago

Antara Karier dan Kopi: Catatan Sehari Hari Wanita yang Mengejar Makna

Pagi yang Sadar (dan Sedikit Kebingungan) Jam alarm berbunyi, tapi rasanya bukan alarm yang bikin…

4 days ago

Rahasia Seru Main Spaceman: Game Digital yang Lagi Hype

Kalau ngomongin game online sekarang, salah satu yang lagi rame banget dibicarain anak-anak genz adalah…

5 days ago