Menyusun Pagi: Ritual, Realita, dan Secangkir Kopi
Pagi saya bukanlah sinetron pagi yang rapi. Biasanya dimulai dari alarm yang saya snooze dua kali, baru sadar kalau ada meeting jam sembilan yang saya lupakan. Di sela-sela kekacauan itu, ada ritual kecil yang selalu saya jaga: membuat kopi. Bukan sekadar minum, tetapi momen menenangkan—memegang cangkir hangat, menarik napas panjang, lalu menulis tiga hal yang ingin saya selesaikan hari itu. Kadang tulisannya sederhana: “balas email klien”, “training tim”, atau “berjalan 20 menit”. Ritual ini membantu saya menata prioritas ketika pekerjaan menuntut banyaknya pilihan.
Mengapa Kita Takut Ambil Risiko?
Dalam beberapa tahun terakhir saya sering bertanya pada diri sendiri: kenapa kita, terutama perempuan, sering menahan diri dari langkah yang terasa berisiko? Saya pernah menolak tawaran bicara di sebuah konferensi karena takut ditanyai hal yang tidak bisa saya jawab. Teman saya cuma bilang, “Kamu selalu belajar di panggung.” Ternyata benar—setelah menerima tantangan kecil itu, saya bertemu mentor baru dan mendapat proyek yang membuka banyak pintu. Ambil risiko bukan berarti nekat tanpa persiapan, tapi cukup berani untuk berkata ‘iya’ saat kesempatan datang, walau jantung berdebar.
Ngobrol Santai Tentang Karier: Mentor, Rejeki, dan Lelah
Karier bagi saya adalah rangkaian hari yang berganti: ada yang menyenangkan, ada yang melelahkan, dan ada yang membuat kita bertumbuh. Saya pernah bekerja di sebuah startup yang memaksa saya multitasking—dari marketing sampai customer support. Lelah? Pasti. Tapi pengalaman itu mengajarkan saya pentingnya fleksibilitas dan komunikasi. Saya juga belajar mencari mentor—bukan hanya bos yang memberi perintah, tapi orang yang pernah melalui jalan yang ingin saya lalui. Kadang mentor datang dari tempat tak terduga; saya menemukan seorang mentor lewat komentar panjang di blognya yang saya baca—sebuah catatan kecil di artikel diahrosanti yang mengubah cara saya memandang networking.
Opini: Produktivitas Bukan Segalanya
Saya punya opini: terlalu banyak membanggakan produktivitas justru bikin kita lupa istirahat. Di media sosial, kita sering melihat daftar to-do yang tak habis-habisnya dan berpikir itu standar yang harus dicapai. Padahal, produktivitas yang sehat harus mengakomodasi waktu untuk refleksi dan kesenangan. Saya pernah melewatkan ulang tahun teman demi deadline—dan hasilnya bukan kemenangan besar, hanya kerjaan yang selesai dengan kepala pusing. Sekarang saya lebih memilih menyusun deadline realistis dan menambahkan buffer untuk hal-hal tak terduga. Hidup bukan hanya soal menyelesaikan tugas, tapi juga soal menikmati prosesnya.
Motivasi Kecil: Kebiasaan yang Membuat Hari Lebih Baik
Kebiasaan kecil sering kali jadi bahan bakar motivasi. Saya punya kebiasaan menulis satu paragraf pendek sebelum tidur—bisa tentang apa saja. Kadang itu jadi ide untuk artikel, kadang cuma curhat sendiri. Selain itu, saya membuat daftar mini about wins harian—bukan yang spektakuler, tapi hal kecil seperti “selesai presentasi”, “memasak makan malam”, atau “menjawab telepon orang tua”. Menandai kemenangan kecil ini membantu membangun momentum saat minggu terasa berat.
Catatan Tentang Keberanian: Bicara, Menolak, dan Memulai
Keberanian bagi saya bukan soal aksi heroik, melainkan keputusan sehari-hari: bicara ketika sesuatu tidak adil, menolak pekerjaan yang melelahkan secara berlebihan, atau memulai proyek pribadi meski belum sempurna. Saya ingat saat pertama kali menolak tawaran pekerjaan yang gajinya bagus tapi nilai-nilainya bertentangan dengan prinsip saya. Rasanya menakutkan, tapi itu memberi ruang untuk peluang yang lebih sejalan. Ada kebebasan kecil yang datang dari memilih—dan itu adalah keberanian yang sering kita remehkan.
Penutup: Menulis Sebagai Terapi, Kopi Sebagai Teman
Di akhir hari saya kerap menulis apa yang terjadi, bukan untuk pamer, tetapi untuk merumuskan pelajaran. Menulis membantu saya menyaring kebisingan dan menemukan pola dalam kebiasaan saya. Kadang saya membaca kembali tulisan lama dan tertawa sendiri melihat ketidaksempurnaan yang lucu. Hidup memang tidak selalu linear, tetapi dengan secangkir kopi, beberapa menit refleksi, dan keberanian kecil setiap hari, jalan terasa lebih ringan. Kalau kamu penasaran dengan tulisan-tulisan perjalanan dan opini saya yang lain, kadang saya juga mengutip atau terinspirasi oleh blog-blog seperti diahrosanti yang menulis hal-hal sederhana namun menyentuh. Semoga diary kecil ini memberi semangat untuk melangkah—sedikit berani, sedikit lembut pada diri sendiri.