Categories: Uncategorized

Ketika Karier Bertemu Kopi Pagi: Curhat Wanita Tentang Ambisi

Pagi itu, kopi di cangkir masih berasap. Saya menatap layar laptop, melihat inbox yang bertumpuk, dan mendengar alarm kalender yang sesekali berteriak, “Jangan lupa meeting!” Pernah nggak kamu merasa ambisi itu seperti gula — manis tapi bisa membuatmu klepek-klepek kalau kebanyakan? Saya sering. Ada hari-hari ketika karier terasa seperti marathon, dan ada pagi-pagi lain yang minta dipeluk pelan sambil dibelai lagu indie. Saya curhat sedikit di sini. Santai saja. Ambil kopimu lagi. Kita ngobrol.

Kenapa Ambisi Itu Bukan Musuh (Informasi Singkat yang Menenangkan)

Ambisi seringkali dikaitkan dengan keserakahan atau kompetisi yang nggak berujung. Padahal, ambisi kalau diarahkan bisa jadi kompas. Bedanya, ambisi sehat dan ambisi destruktif itu terletak pada bagaimana kita men-setting expectations dan menjaga batas. Ambisi sehat membuat kita bangun pagi dengan tujuan. Ambisi destruktif bikin kita begadang sampai lupa makan. Tips sederhana: tulis tiga tujuan mingguan yang realistis. Bukan 10, bukan 0. Tiga. Cukup untuk membuatmu tertantang tanpa kebakar.

Ritual Pagi Saya (Ringan, Praktis, dan Sedikit Narsis)

Saya ritualnya sederhana: kopi, jurnal mini, dan satu kalimat afirmasi. Kadang afirmasinya absurd. “Hari ini aku akan menyelesaikan presentasi tanpa nge-cry.” Kadang juga jujur: “Hari ini aku cuma mau bertahan.” Yang penting, ritual itu mengubah mood cuma dengan 10 menit. Lalu saya buka email. Filter. Prioritaskan. Kalau sedang buntu, saya beri izin 15 menit scroll IG — jangan judge. Scroll itu bukan buang waktu kalau dipakai menemukan ide baru atau sekadar lihat meme yang bikin napas lega.

Checklist Ambisi Versi Kopi (Nyeleneh tapi Bermanfaat)

1. Seduh kopi. 2. Tarik napas dalam. 3. Tanyakan pada diri: “Apa yang benar-benar penting hari ini?” 4. Matikan notifikasi yang nggak perlu. 5. Rayakan pencapaian kecil (bingung? tepuk tangan untuk dirimu sendiri). Kedengarannya konyol? Ya memang. Tapi seringkali perubahan kecil itulah yang membuat perbedaan besar. Jangan remehkan high-five pada cermin. Efeknya seperti gula pada kopi: bikin lebih nikmat.

Antara Ambisi dan Keinginan Orang Lain (Obrolan Berat, Dibawakan Ringan)

Pernah nggak merasa seperti menjalani hidup yang sebenarnya “miliki orang lain”? Kadang keluarga, teman, atau bahkan ekspektasi sosial menaruh peta yang bukan milik kita. Saat itu ambisi bisa berubah warna jadi beban. Cara saya keluar dari situ: tanya lagi, “Apa yang membuat aku bahagia?” Kalau jawabannya berbeda dengan peta itu, berarti tugas kita menyusun peta sendiri. Tidak mudah. Butuh waktu. Butuh kerikil. Butuh kopi lagi. Dan kadang, butuh izin untuk gagal.

Saya ingat membaca blog yang bikin saya merasa nggak sendirian—kata-katanya sederhana tapi nyentuh. Kalau kamu mau baca perspektif lain yang lembut dan inspiratif, coba mampir ke diahrosanti. Kadang cerita orang lain itu seperti gula tambahan di kopi; manisnya nggak berlebihan, tapi cukup bikin hangat.

Motivasi Bukan Mesin, Tapi Boleh Diservis

Motivasi itu bukan sesuatu yang otomatis. Kadang penuh, kadang kosong. Triknya bukan memaksa motivasi setiap hari, tapi merawatnya. Tidur cukup, makan, ketemu teman yang benar-benar mendengar, berolahraga sedikit, dan jeda. Jeda itu penting. Jeda bukan tanda kalah. Jeda itu istirahat strategi. Saya juga sering menulis “Plan B” supaya kalau Plan A runtuh, saya nggak panik. Plan B itu seperti cadangan gula sachet di tas — menyelamatkan hari.

Akhirnya, belajar menerima bahwa progress itu tidak selalu lurus. Kadang zig-zag. Kadang mundur sedikit baru melesat. Dan itu wajar. Karier dan ambisi bukan lomba lari cepat, melainkan maraton yang suka kasih bonus pemandangan indah di tengah perjalanan.

Jadi, kapan terakhir kamu memeriksa ulang peta ambisimu sambil ngopi? Kalau belum, ayo lakukan besok pagi. Ambil cangkir, tarik napas, lalu jelaskan pada diri sendiri apa yang mau kamu kejar dan kenapa. Jangan lupa: beri ruang untuk menikmati. Karena tanpa menikmati, ambisi cuma jadi beban berat yang tidak lucu. Kita berhak mendapat keduanya: karier yang memuaskan dan pagi yang tenang — terutama yang ditemani kopi.

xbaravecaasky@gmail.com

Recent Posts

Curhat Kantor, Kopi, dan Mimpi: Perjalanan Karier Seorang Wanita

Curhat Kantor, Kopi, dan Mimpi: Perjalanan Karier Seorang Wanita Awal yang ternyata berisik Waktu pertama…

10 hours ago

Antara Lipstik dan Laporan: Kisah Wanita yang Mengejar Waktu

Aku pernah berpikir hidup itu sederhana: bangun, sarapan, kerja, tidur. Ternyata tidak. Di antara jadwal…

2 days ago

Diary Seorang Wanita: Karier, Kopi, dan Keberanian Kecil Setiap Hari

Menyusun Pagi: Ritual, Realita, dan Secangkir Kopi Pagi saya bukanlah sinetron pagi yang rapi. Biasanya…

2 days ago

Kopi, Deadline, dan Hati: Catatan Karier Seorang Wanita

Kopi, deadline, dan hati — tiga kata yang terdengar sederhana tapi bisa jadi riuh dalam…

3 days ago

Antara Karier dan Kopi: Catatan Sehari Hari Wanita yang Mengejar Makna

Pagi yang Sadar (dan Sedikit Kebingungan) Jam alarm berbunyi, tapi rasanya bukan alarm yang bikin…

4 days ago

Rahasia Seru Main Spaceman: Game Digital yang Lagi Hype

Kalau ngomongin game online sekarang, salah satu yang lagi rame banget dibicarain anak-anak genz adalah…

5 days ago